Apa yang ada di pikiran kalian kecuali mendengar kata Mahabharata? Cerita kuno, budaya India, filsafat Hindu, atau sebuah mahakarya di dalam sastra? Yep, seluruhnya benar. Mahabharata merupakan sebuah epos fenomenal. Kisah ini ditulis di dalam Bahasa Sanskerta, secara garis besar, Mahabharata menceritakan kisah-kisah kepahlawanan yang di dalamnya memuat kisah perang pada Pandawa dan Korawa (Kurawa), memperebutkan takhta Hastinapura.
Namun di sini, saya tidak bakal menjabarkan secara lengkap mengenai kisah dari Mahabharata. Melainkan salah satu kisah menarik dari epos Mahabharata yang dapat dibahas, yaitu mengenai Poliandri. Kelima tokoh protagonis di dalam kisah Mahabharata laksanakan sebuah perbuatan yang tidak lazim untuk dilakukan. Mereka ber-poliandri pada seorang anak Raja Drupada bernama Draupadi.
Walaupun sempat ada sedikit pertentangan dari Ayah Draupadi, namun kelima pandawa tersebut memberikan alasan yang dapat diterima oleh Raja Drupada. Alasannya adalah saat mereka berlima hidup sengsara dan terlunta-lunta, mereka bersumpah bahwa bakal membagi segala suatu hal yang mereka miliki, juga masalah pasangan. Mereka tidak dapat melanggar sumpah. Apalagi ibu mereka pun memberikan restu.
Pengertian dari Poliandri sendiri adalah sebuah bentuk poligami, yaitu seorang wanita mengambil alih dua suami atau lebih di dalam waktu bersamaan. Definisi lain mengenai Poliandri secara simpel juga punyai arti seorang istri yang bersuami lebih dari satu orang. Poliandri dibagi menjadi dua macam, yaitu: Poliandri fraternal, jikalau para suami beradik-kakak dan Poliandri non-fraternal, jikalau para suami bukan beradik-kakak.
Praktik poliandri, sesungguhnya banyak terjadi di berbagai belahan dunia, pada biasanya secara terselubung, meski ada pula yang terbuka. Menurut Wikipedia, Poliandri pada lain terdapat pada orang Eskimo, Markesas (Oceania), Toda di India Selatan, sebagian bangsa di Afrika Timur, serta Tibet.
Seorang wanita di Inggris punyai tiga suami di dalam waktu bersamaan.
Di zaman post-modern, ada banyak masalah poliandri terjadi di berbagai belahan dunia. Contohnya seorang wanita di Inggris dapat punyai tiga suami di dalam waktu bersamaan. Seperti dilansir dari portal Vivanews. Tak hanya di luar negeri, di Indonesia juga pernah dihebohkan masalah poliandri yang ada di Madura. Seperti yang dilansir VOA Islam: Suami Berpoligami, Istri Balas Menikahi Teman Suaminya. Selain di Madura, seperti ini juga terjadi sebagian lokasi lain yaitu di Jambi dan Aceh.
Tanpa disadari, masalah poliandri sesungguhnya banyak terjadi di sekitar kita. Seorang wanita yang belum sah bercerai sesudah itu menikah lagi, perbuatan ini sama bersama dengan poliandri, dan pihak perempuan tersebut slot dapat dituntut Pasal 279 KUHP. Jika menyaksikan dari kisah poliandri yang dilaksanakan Draupadi bersama dengan kelima Pandawa, hal itu dilaksanakan bukan atas basic untuk memperoleh kesenangan nafsu seks bersama dengan punyai suami lima.
Melainkan merupakan takdir yang tidak dapat dihindari. Ini lepas dari benar atau tidaknya kisah epos Mahabharata tersebut. Dengan demikian, poliandri yang dilaksanakan Draupadi tidak dapat dijadikan pembenaran untuk laksanakan poliandri, lebih-lebih hanya untuk memperoleh kesenangan nafsu seks yang dapat menghantarkan seseorang pada penderitaan, baik pada kehidupan waktu ini, maupun pada kehidupan sehabis kematian, di akhirat.
Ada banyak alasan kenapa poliandri dilarang namun poligami dibolehkan (walau mengundang kontra bagi sebagian kalangan, seperti kaum feminisme); Pertama, bakal terjadi kerancuan garis keturunan. Kedua, bakal susah tahu siapa ayah dari si bayi (meskipun dapat dilaksanakan bersama dengan tes DNA). Ketiga, dapat menyakiti istri di dalam terkait intim.
Kisah seperti ini dapat kita jadikan gambaran betapa kompleksnya sudut pandang orang-orang di dalam menanggapi sebuah interaksi percintaan pada laki-laki dan perempuan. Belum lagi kecuali mengulas mengenai pernikahan sesama jenis, satu darah (incest), poligini, serta gabungan pada poliandri & poligami¹.