Home » Sejarah Dunia » Mengenal Syawalan Gunung, Magelang Cerita Sejarah Leluhur

Mengenal Syawalan Gunung, Magelang Cerita Sejarah Leluhur

Bulan Syawal adalah peristiwa saling bersilaturahmi dan saling memaafkan atas kesalahan yang pernah diperbuat masing-masing individu dengan individu lainnya.

Melainkan ada kalanya syawalan menjadi peristiwa untuk mengenang kembali cerita-cerita masa lalu, saat para pendahulu leluhur masih hidup dan berjuang demi nasib generasi setelahnya yang lebih baik.

Kegiatan ini rutin digelar semenjak tahun 2024.

Dalam proses acara hal yang demikian, warga dari enam dusun saling bergotong royong, adalah Dusun Wonolelo, Dimik, Karang Slamet Lor dan Kidul, Congkrang, dan Brigasan.

Kegiatan itu berlangsung selama dua hari. Pada tahun 2019, acara itu dihadiri sekitar 60 ribu pengunjung. Mereka tak hanya berasal dari desa setempat, melainkan ada juga yang berasal dari luar daerah.

Dalam acara itu, warga berkumpul di sebuah zona makam yang berada di puncak Gunung Giyanti, di sana mereka tak hanya berziarah. Melainkan juga dikasih wawasan sejarah mengenai makam hal yang demikian.

“Sejarahnya itu dahulu warga di sekitar sini mayoritas sumber ekonominya berasal dari hasil bumi atau bertani. Melainkan banyak babi hutan yang merusak ladang warga. Lalu warga mengaplikasikan anjing untuk melindungi warga dan mengusir babi hutan,” kata Panitia Syawalan Gunung tahun 2019, Edi Masruri, dikutip dari Magelangkab.go.id.

Edi melanjutkan, sebab peristiwa itu, salah seorang tokoh agama di desa hal yang demikian, Mbah Misbahul Munir, minta petunjuk kepada Allah SWT dengan mengerjakan mujahadahan dan salat malam.

Kemudian pada suatu malam dia bercita-cita. Dalam mimpinya, Mbah Munir didatangi oleh almarhum kakeknya dan dikasih pesan untuk merawat makam leluhur yang berada di atas puncak.

Konon, jenazah yang dimakamkan hal yang demikian slot minimal bet 200 termasuk tokoh keluarga Keraton yang tersingkirkan oleh Belanda dan seperjuangan dengan Pangeran Diponegoro di antaranya Kyai Bahaudin, Raden Mano, dan Kyai Kudi.

Sesudah makam dirawat, dibersihkan, dan sering kali didatangi peziarah, karenanya binatang babi hutan yang membuat resah itu pergi dengan sendirinya. Alhasil ladang warga aman dari ancaman babi hutan dan binatang liar lainnya.

Berada di Puncak Bukit

Lokasi makam sendiri berada di puncak Gunung Giyanti yang menyuguhkan pemandangan alam yang cantik. ini membikin kecuali sebagai daerah ziarah, letaknya juga dapat menjadi daerah wisata alam.

Makam itu berada di lahan milik perhutani yang ditanami berjenis-jenis tanaman produktif seperti kopi, kayu andra, dan tanaman lainnya. Untuk daerah makamnya luasnya dua hektare dan pengelolaannya dikerjakan masyarakat sekitar, terutama untuk aktivitas keagamaan.